Perkembangan pengaruh Hindu-Buddha yang penting meliputi tiga hal, yakni :
• Dengan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha, maka bangsa Indonesia memasuki zaman Sejarah
• Kesenian yang bercorak Hindu-Buddha berkembang di Indonesia
• Di Indonesia berdiri kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha
• Dengan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha, maka bangsa Indonesia memasuki zaman Sejarah
• Kesenian yang bercorak Hindu-Buddha berkembang di Indonesia
• Di Indonesia berdiri kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha
Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Tersebarnya pengaruh Hindu dan Buddha di Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan itu terlihat
dengan jelas pada kehidupan masyarakat Indonesia di berbagai daerah di Indonesia.
dengan jelas pada kehidupan masyarakat Indonesia di berbagai daerah di Indonesia.
Fakta tentang Proses Interaksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Hindu-Buddha
Masuk dan berkembangnya pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia menimbulkan perpaduan budaya antara budaya Indonesia dengan budaya Hindu-Buddha. Perpaduan dua budaya yang berbeda ini dapat disebut dengan akulturasi, yaitu dua unsur kebudayaan bertemu dan dapat hidup berdampingan serta saling mengisi dan tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.
Namun, sebelum masuknya pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat di wilayah Indonesia telah memiliki kebudayaan yang cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia diterima dan diolah serta disesuaikan dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia, tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
Oleh karena itu, Kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini disebabkan :
• Masyarakat di Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
• Masyarakat di Indonesia memiliki kecakapan istimewa yang disebut dengan local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadiannya.
• Masyarakat di Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
• Masyarakat di Indonesia memiliki kecakapan istimewa yang disebut dengan local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadiannya.
Munculnya pengaruh Hindu-Buddha (India) di Indonesia sangat besar dan dapat terlihat melalui beberapa hal seperti :
• Seni Bangunan. Seni Bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu Buddha di Indonesia pada bangunan Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali pada dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola dasar candi merupakan perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum, yaitu bangunan punden berundak yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.
• Seni Rupa. Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya arca Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada relief-relief ceritera Sang Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasanan alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India. Juga relieef Candi Prambanan yang memuat ceritera Ramayana.
• Seni Sastra. Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa sansekerta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Dalam perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa Sansekerta cukup dominan terutama dalam istilah-istilah pemerintahan juga kitab-kitab kuno di Indonesia banyak yang menggunakan bahasa Sansekerta. Contohnya adalah :
o Arujunawiwaha, karya Empu Kanwa pada zaman pemerintahannya Airlangga.
o Bharatayudha, karya Empu Sedah dan Empu Panuluh pada zaman kerajaan Kediri.
o Gatutkacasraya, karya Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri.
o Arjunawijaya, kerya Empu tantular pada zaman Kerajaan Majapahit.
• Kalender. Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu dengan penggunaaan tahun Saka. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan kedalam bentuk kalimat.
• Kepercayan dan Filsafat. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia. bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat animisme dan dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.
• Pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia mengenal sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelompok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddhha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahan bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintahkan kerajaannya secara turun-temurun. ( Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).
• Seni Bangunan. Seni Bangunan yang menjadi bukti berkembangnya pengaruh Hindu Buddha di Indonesia pada bangunan Candi. Candi Hindu maupun Candi Buddha ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali pada dasarnya merupakan perwujudan akulturasi budaya lokal dengan bangsa India. Pola dasar candi merupakan perkembangan dari zaman prasejarah tradisi megalitikum, yaitu bangunan punden berundak yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha, sehingga menjadi wujud candi, seperti Candi Borobudur.
• Seni Rupa. Unsur seni rupa atau seni lukis India telah masuk ke Indonesia. Hal ini terbukti dengan telah ditemukannya arca Buddha berlanggam Gandara di kota Bangun, Kutai. Juga patung Buddha berlanggam Amarawati ditemukan di Sikendeng (Sulawesi Selatan). Seni rupa India pada Candi Borobudur ada pada relief-relief ceritera Sang Buddha Gautama. Relief pada Candi Borobudur pada umumnya lebih menunjukkan suasanan alam Indonesia, terlihat dengan adanya lukisan rumah panggung dan hiasan burung merpati. Di samping itu, juga terdapat hiasan perahu bercadik. Lukisan-lukisan tersebut merupakan lukisan asli Indonesia, karena lukisan seperti itu tidak pernah ditemukan pada candi-candi yang ada di India. Juga relieef Candi Prambanan yang memuat ceritera Ramayana.
• Seni Sastra. Seni sastra India turut memberi corak dalam seni sastra Indonesia. Bahasa sansekerta sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Prasasti-prasasti awal menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia, seperti yang ditemukan di Kalimantan Timur, Sriwijaya, Jawa Barat, Jawa Tengah. Prasasti itu ditulis dalam bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Dalam perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini, pengaruh bahasa Sansekerta cukup dominan terutama dalam istilah-istilah pemerintahan juga kitab-kitab kuno di Indonesia banyak yang menggunakan bahasa Sansekerta. Contohnya adalah :
o Arujunawiwaha, karya Empu Kanwa pada zaman pemerintahannya Airlangga.
o Bharatayudha, karya Empu Sedah dan Empu Panuluh pada zaman kerajaan Kediri.
o Gatutkacasraya, karya Empu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri.
o Arjunawijaya, kerya Empu tantular pada zaman Kerajaan Majapahit.
• Kalender. Diadopsinya sistem kalender atau penanggalan India di Indonesia merupakan wujud dari akulturasi, yaitu dengan penggunaaan tahun Saka. Di samping itu, juga ditemukan Candra Sangkala atau kronogram dalam usaha memperingati peristiwa dengan tahun atau kalender Saka. Candra Sangkala adalah angka huruf berupa susunan kalimat atau gambaran kata. Bila berupa gambar harus dapat diartikan kedalam bentuk kalimat.
• Kepercayan dan Filsafat. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia. bangsa Indonesia telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan itu bersifat animisme dan dinamisme. Kemudian, masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi. Masuk dan berkembangnya pengaruh terutama terlihat dari segi pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pemujaan dewa-dewa alam.
• Pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha, bangsa Indonesia mengenal sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan kepala suku berlangsung secara demokratis, yaitu salah seorang kepala suku merupakan pemimpin yang dipilih dari kelompok sukunya, karena memiliki kelebihan dari anggota kelompok suku lainnya. Akan tetapi, setelah masuknya pengaruh Hindu-Buddhha, tata pemerintahan disesuaikan dengan sistem kepala pemerintahan yang berkembang di India. Seorang kepala pemerintahan bukan lagi seorang kepala suku, melainkan seorang raja, yang memerintahkan kerajaannya secara turun-temurun. ( Bukan lagi ditentukan oleh kemampuan, melainkan oleh keturunan).
photo by : desmondong. Nationalgeographic
Faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan bercorak Hindu-Buddha
Perkembangan pengaruh agama dan kebudayaan Hindu-Buddha cukup besar, karena dapat memengaruhi seluruh sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, tidak kurang dari seribu tahun pengaruh Hindu-Buddha dominan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan melalui perkembangan kerajaan Kutai hingga runtuhnya kerajaan Majapahit.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha diwilayah Indonesia.
• Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat.
• Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi, seperti yang terjadi pada mas kekuasaan Kerajaan Majapahit
• Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada kerajaan Syailendra dan Majapahit
• Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawassan pemerintahan pusat dan raja-raja bawahan membangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat
• Kemunduran ekonomi dan perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil alih para pedagangn Melayu dan Islam
• Tersiarnya agama dan budaya Islam, yang dengan mudah diterima para dipati di daerah pesisir. Hal ini membuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan pusat seperti pada kekuasaan kerajaan Majapahit.
Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha runtuh, seperti kerajaan Majapahit di daerah Jawa Timur dan kerajaan Pajajaran di derah Jawa Barat, bukan berarti tradisi Hindu-Buddha juga lenyap. Tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan pada daerah-daerah yang telah mendapat pengaruh Islam, tradisi Hindu-Buddha tidak begitu saja menghilang. Misalnya pada masyarakat Jawa terdapat upacara membawa sesaji ke sawah atau upacara persembahan kepada penguasa Laut Selatan dan lain sebagainya.
• Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat.
• Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi, seperti yang terjadi pada mas kekuasaan Kerajaan Majapahit
• Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada kerajaan Syailendra dan Majapahit
• Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawassan pemerintahan pusat dan raja-raja bawahan membangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat
• Kemunduran ekonomi dan perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil alih para pedagangn Melayu dan Islam
• Tersiarnya agama dan budaya Islam, yang dengan mudah diterima para dipati di daerah pesisir. Hal ini membuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan pusat seperti pada kekuasaan kerajaan Majapahit.
Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha runtuh, seperti kerajaan Majapahit di daerah Jawa Timur dan kerajaan Pajajaran di derah Jawa Barat, bukan berarti tradisi Hindu-Buddha juga lenyap. Tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan pada daerah-daerah yang telah mendapat pengaruh Islam, tradisi Hindu-Buddha tidak begitu saja menghilang. Misalnya pada masyarakat Jawa terdapat upacara membawa sesaji ke sawah atau upacara persembahan kepada penguasa Laut Selatan dan lain sebagainya.
Sementara itu, tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan dalam kehidupan masyarakat Bali. Setelah kerajaan Hindu Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang pindah ke pulau Bali dan melanjutkan tradisi kehidupannya disana. Dalam kehidupan masyarakat Bali sering terdengar istilah Wong Majapahit atau sekelompok orang yang berasal dari Majapahit. Masyarakat Hindu Bali yang termasuk keturunan Majapahit memiliki tempat yang mayoritas. Sedangkan masyarakat Bali asli terdesak ke daerah-daerah pegunungan seperti ke daerah Trunyan, Tenganan (di daerah Bali bagian timur), Tigawasa, Sembiran (di daerah Bali Utara).
Bali juga dapat disebut sebagai museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama Hindu di Bali disebut dengan agama Hindu Dharma atau dengan Hindu dan Buddha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucunya setelah jenazah dibakar (ngaben). Tempat pemujaannya dilakukan di Pura. Sementara itu, dewa-dewa dalam agama Hindu telah dimanifestasikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi. Dalam penjelmaannya dapat disebut sebagai Dewa Brahma(pencipta), Dewa Wisnu(pemelihara), dan Dewa Siwa(pelabur/perusak). Di samping itu juga dipuja dewa-dewa yang telah disesuaikan dengan fungsi dan kedudukan dari dewa tersebut seperti Dewi Sri(dewa padi), Dewa Agni(dewa api), Dewa Baruna(dewa laut), Dewa Bayu(dewa angin), dan lain sebagainya.
Apabila kita perhatikan, ternyata perkembangan pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia tidak meliputi seluruh masyarakat di kepulauan Indonesia. Bahkan dua kerajaan nasional yang pernah membawa harum nama Indonesia sampai ke luar wilayah Indonesia seperti Sriwijaya dan Majapahit, belum dapat mengembangkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh kerajaan Sriwijaya terbatas pada daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian barat. Sedangkan kerajaan Majapahit yang berhasil mempersatukan seluruh wilayah Nusantara, ternyata kekuasannya hanya terbatas pada bidang politik yang dibuktikan dengan tunduknya mereka kepada Majapahit. Tetapi Majapahit tidak mengembangkan pengaruh budaya dan agama Hindu pada daerah-daerah yang dikuasainya. Sehingga ketika kerajaan Majapahit runtuh, mereka terus mengembangkan pola hidup seperti pada masa sebelum daerah tersebut dikuasai kerajaan Majapahit. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan tradisi Hindu-Buddha tidak merata di kepulauan Indonesia. Daerah-daerah yang tidak mendapat pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia antara lain Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, dan Kepulauan Nusa Tenggara Timur.
Pengaruh Hindu Budha di Indonesia
1. Pengaruh di Bidang Bahasa
1. Pengaruh di Bidang Bahasa
Kini masih sering ditemukan nama atau kata seperti pustaka, karya, guru, sastra, indra, wijaya, ataupun semboyan-semboyan seperti Kartika Eka Paksi ataupun Jalesveva Jayamahe. Kata-kata tersebut berasal dari bahasa Sanskerta. Penggunaan kata dari bahasa tersebut merupakan bukti hingga kini pun pengaruh India masih terasa di bumi Indonesia. Salah satu penyebabnya, budaya India merupakan budaya asing pertama yang oleh moyang Indonesia dinilai progresif. Proses asimilasi dan akulturasi budaya India durasinya paling lama di Indonesia. Hasil asimilasi dan akulturasi tersebut lalu diakui sebagai bagian dari budaya Indonesia.
Jika bukti tertulis yang hendak dikedepankan dalam masalah bahasa, maka prasasti Muara Kaman, yang berlokasi di Kalimantan Timur, 150 kilometer ke arah hulu Sungai Mahakam, dapat diambil selaku titik tolak tertua. Prasasti tersebut dicanangkan tahun 400 Masehi. Hal yang menarik adalah, prasasti menyuratkan hadirnya dua budaya berbeda: Asli Indonesia dan pengaruh India. Indikatornya adalah nama-nama raja yang terpahat. Prasasti Muara Kaman menceritakan Raja Kudungga punya putra bernama Açwawarman. Açwawarman punya tiga putra dan yang paling sakti di antara ketiganya adalah Mulawarman. Nama Açwawarman dan Mulamarman berasal dari bahasa Sanskerta, sementara Kudungga bukan. Kudungga kemungkinan besar adalah nama yang berkembang di Kutai sebelum datangnya pengaruh India dan agama Hindu.
Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India, sementara Pallawa adalah huruf untuk menuliskannya. Secara genealogis, Sanskerta termasuk rumpun bahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun ini bahasa Jerman, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di Asia, rumpun bahasa Indo Iranian adalah yang terbesar, termasuk ke dalamnya bahasa Iranian dan Indo Arya. Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.[2]
Mengenai fungsinya, Sanskerta merupakan bahasa utama disiplin agama Hindu dan Buddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluas penggunaannya selaku bahasa pergaulan dan dagang di nusantara, sebelum digantikan Melayu. James T. Collins mencatat signifikansi penggunaan bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, bauran antara bahasa sanskerta dengan melayu (sebagai cikal-bakal bahasa Indonesia) sudah berlangsung ratusan tahun. Ini terbukti sejak abad ke-7 para penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar hanya untuk mengunjungi pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan).[3]
Menurut Collins, kunjungan ini akibat masyhurnya nusantara sebagai basis pelajaran agama Buddha dan bahasa Sanskerta. I-Ching, seorang biksu Buddha dari Tiongkok, bahkan menulis dua buku berbahasa Sanskerta di Palembang. Ia menasihati pembacanya untuk terlebih dahulu singgah di Fo-shih (Palembang) untuk mempelajari bahasa dan tata bahasa Sanskerta sebelum mereka melanjutkan ziarah ke kota-kota suci Buddha di India.[4] I-Ching juga mengutarakan bahwa di Palembang sendiri terdapat 1000 orang sarjana Buddha.
Posisi Sriwijaya saat itu sebagai transit perdagangan penting di Selat Malaka sekaligus basis pendidikan bahasa Sanskerta membuat pengaruh bahasa ini jadi signifikan. Sanskerta terutama terdiseminasi lewat perdagangan. Seperti diketahui, Sriwijaya adalah kerajaan yang basis ekonominya perdagangan. Dalam perdagangan interaksi antarorang asing yang menggunakan bahasa berbeda sangat tinggi. Situasi ini membutuhkan sebuah bahasa mediator antarorang dan Sanskerta menjalankan perannya. Namun, lambat-laun bahasa Sanskerta menjadi eksklusif karena berkelindan pula dengan gagasan kasta yang berkembang dalam agama Hindu. Penggunaan Sanskerta lalu terbatasi hanya pada dua kasta pengguna, Brahmana dan Ksatria.
Setelah masuk Indonesia, bahasa Sanskerta dari India, tidak murni lagi. Di Jawa misalnya, muncul bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal yang dikenal dengan Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuna kemudian menyebar ke pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja vassal Jawa semisal Adityawarman.
Pada kurun ini pula, di nusantara dikenal penggunaan tiga bahasa dengan fungsi spesifik. Pertama Jawa Kuna sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Kedua, Melayu Kuna sebagai bahasa perdagangan di Sumatera dan Semenanjung Malaya. Ketiga, Sanskerta sebagai bahasa keagamaan. Di era kebudayaan India jadi mainstream di nusantara, Sanskerta merupakan kelompok bahasa elit yang hanya dipakai dalam urusan keagamaan maupun formal pemerintahan. Akibatnya, tidak banyak orang yang menguasai, terlebih kalangan wong alit.
Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pun terjadi. Bahasa Melayu – pada perkembangan kemudian – merupakan lingua-franca hubungan dagang antarpulau nusantara menggantikan Sanskerta. Bahasa Melayu juga kelak menjadi dasar dari kelahiran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sebab itu, dapat pula dikatakan bahasa Sanskerta ini sedikit atau banyaknya punya pengaruh pula terhadap bahasa Indonesia. Penelusuran pengaruh bahasa Sanskerta terhadap Melayu dicontohkan prasasti Kedukan Bukit, Palembang.[5] Prasasti tersebut ditemukan 29 Nopember 1920 dan diperkirakan dibuat tahun 683 Masehi. Jejak lain penggunaan bahasa Sanskerta juga ditemukan di Talang Tuwo, Palembang (684 M, huruf Pallawa), prasasti Kota Kapur, Bangka (686 M, huruf Pallawa), prasasti Karang Brahi, Meringin, Hulu Jambi (686 M, huruf Pallawa), prasasti Gandasuli, Jawa Tengah (832 M, aksara Nagari), dan prasasti Keping Tembaga Laguna, dekat Manila, Filipina.
Sebagian bahasa Sanskerta diserap ke dalam Melayu. Kemungkinan ada 800 kosa kata bahasa Melayu merupakan hasil penyerapan dari bahasa Sanskerta. Beberapa kosa kata Sanskerta yang diserap ke dalam bahasa Melayu (juga Indonesia) antara lain :[6]
Pengaruh Sanskerta terhadap Bahasa Melayu
Sanskerta Melayu Sanskerta Melayu
dūta Duta, wakil akṣara Aksara (huruf)
rūpya Rupiah ākāśa Angkasa (langit)
samudra Samudra smara Asmara (cinta)
śāstri Santri bhāṣa Bahasa
svayambara Sayembara vaṃśa Bangsa (rakyat)
sajjita Senjata vāñcana Bencana
chalaka Celaka bhaṭāra Berhala
śuci Cuci, membersihkan chidra Cedera
gaja Gajah carita cerita
virama Irama yaśa Yayasan
lalita Jelita utsaha Usaha
kacchapī Kecapi udara Udara
katha Kata suddha Sudah
kuṭa Kota svara Suara
kulavarga Keluarga siṣya Siswa
laghu Lagu siṃha Singa
nāma Nama saṃsāra Sengsara
naraka Neraka sārdhāna Sederhana
sabda Sabda sajjana Sarjana
aggama Agama satrou Seteru
soudara Saudara maharddhika Merdeka, kuat
tsjinta Cinta drohaka Durhaka
warna Warna velā Bila
dūta Duta, wakil akṣara Aksara (huruf)
rūpya Rupiah ākāśa Angkasa (langit)
samudra Samudra smara Asmara (cinta)
śāstri Santri bhāṣa Bahasa
svayambara Sayembara vaṃśa Bangsa (rakyat)
sajjita Senjata vāñcana Bencana
chalaka Celaka bhaṭāra Berhala
śuci Cuci, membersihkan chidra Cedera
gaja Gajah carita cerita
virama Irama yaśa Yayasan
lalita Jelita utsaha Usaha
kacchapī Kecapi udara Udara
katha Kata suddha Sudah
kuṭa Kota svara Suara
kulavarga Keluarga siṣya Siswa
laghu Lagu siṃha Singa
nāma Nama saṃsāra Sengsara
naraka Neraka sārdhāna Sederhana
sabda Sabda sajjana Sarjana
aggama Agama satrou Seteru
soudara Saudara maharddhika Merdeka, kuat
tsjinta Cinta drohaka Durhaka
warna Warna velā Bila
Selain kata-kata yang sudah diserap di tabel atas, ada pula kosa kata yang sudah digunakan dalam prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta sejak tahun 1303 M di wilayah Trengganu (sekarang Malaysia). Kosa kata tersebut adalah: derma, acara, bumi, keluarga, suami, raja, bicara, atau, denda, agama, merdeka, bendara, menteri, isteri, ataupun seri paduka. Selain bahasa, huruf Pallawa yang digunakan untuk menulis kosa kata Sanskerta pun turut menyumbangkan pengaruh para huruf-huruf yang berkembang di Indonesia seperti huruf Bugis, Sunda, ataupun Jawi.
2. Pengaruh India di Bidang Arsitektur
Arsitektur atau seni bangunan ala masa India juga bertahan hingga kini. Meski tampilannya tidak lagi identik dengan bangunan Hindu-Buddha (candi) yang asli India, tetapi pengaruh Hindu-Buddha tersebut membuat arsitektur bangunan yang ada di Indonesia menjadi khas. Salah satu ciri bangunan Hindu-Buddha adalah berundak tiga. Sejumlah undakan umumnya terdapat di struktur bangunan candi yang ada di Indonesia. Undakan tersebut terlihat paling jelas di Candi Borobudur, bangunan peninggalan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha.
Ciri khas arsitektur candi adalah adanya 3 bagian utama yaitu kepala, badan dan kaki. Ketiga bagian ini melambangkan triloka atau tiga dunia, yaitu: bhurloka (dunia manusia), bhuvarloka (dunia orang-orang yang tersucikan), dan svarloka (dunia para dewa).
Struktur Candi
Pengaruh sistem tiga tahap kehidupan spiritual manusia bertahan cukup lama. Bahkan ia banyak diadaptasi oleh bangunan-bangunan yang dibangun pada masa yang lebih baru. Bangunan-bangunan yang memiliki ciri seperti ini beranjak dari bangunan sakral (spiritual) semisal masjid maupun bangunan profan (biasa) semisal Gedung Saté di Bandung.
Arsitektur candi lalu mempengaruhi bangunan-bangunan lain yang lebih modern. Misalnya, Masjid Kudus mempertahankan pola arsitektur bangunan Hindu. Masjid yang aslinya bernama Al Aqsa, dibangun Jafar Shodiq (Sunan Kudus) tahun 1549 M. Hal yang unik adalah, menara di sisi timur bangunan masjid menggunakan arsitektur candi Hindu. Selain bentuk menara, sisa lain arsitektur Hindu terdapat pada gerbang masjid yang menyerupai gapura sebuah pura. Juga tidak ketinggalan lokasi wudhu, yang pancurannya dihiasi ornamen khas Hindu.
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan mengapa Jafar Shodiq menyematkan arsitektur Hindu ke dalam masjidnya. Hipotesis pertama mengasumsikan proyek pembangunan masjid hasil akulturasi budaya Hindu yang banyak dipraktekkan masyarakat Kudus sebelumnya oleh Islam yang tengah berkembang. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi cultural shock yang mengakibatkan alienasi para pemeluk Islam baru sebab tiba-tiba tercerabut budaya asal mereka. Hipotesis kedua menyatakan penempatan arsitektur Hindu akibat para arsitek dan tukang yang membangun masjid hanya menguasai gaya bangunan Hindu. Hasilnya, bangunan yang kemudian berdiri jadi bercorak Hindu.
Pengaruh arsitektur Hindu pun terjadi pada bangunan yang lebih kontemporer semisal Gedung Saté yang terletak di Kota Bandung. Gedung Saté didirikan tahun 1920-1924 dengan arsiteknya Ir. J. Gerber. Jika diamati lebih dekat, maka bagian bawah dinding Gedung Saté memuat ornamen-ornamen khas Hindu. Termasuk pula, menara yang terletak di puncak atas gedung yang mirip menara masjid Kudus atau seperti tumpak yang ada di bangunan suci Hindu di daerah Bali. Tentu saja, arsitektur Gedung Saté tidak semata mendasarkan diri pada arsitektur Hindu. Ia merupakan perpaduan antara arsitektur Belanda dengan Lokal Indonesia.
Bangunan modern lain yang memiliki nuansa arsitektur Hindu ditampakkan Masjid Demak. Arsitektur Hindu pada masjid yang didirikan tahun 1466 M ini misalnya tampak pada atap limas bersusun tiga, mirip candi, yang bermaknakan bhurloka, bhuvarloka, dan svarloka. Namun, tiga makna tersebut diakulturasi kearah aqidah Islam menjadi islam, iman, dan ihsan. Ciri lainnya bentuk atap yang mengecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Atap tertinggi berbentuk limasan ditambah hiasan mahkota pada puncaknya. Komposisi ini mirip meru, bangunan tersuci di setiap pura Hindu.[7]
3. Pengaruh India di Bidang Kesusasteraan
Tokoh-tokoh India yang terkenal dalam wayang misalnya Pandawa Lima (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula-Sadewa), Kurawa (Duryudana dan keluarganya), Ramayana (Hanoman, Rama, Sinta), ataupun kisah Bagavadgita (wejangan Sri Kresna atas Arjuna sebelum perang). Local genius Indonesia mengimbangi dominasi tokoh-tokoh wayang asal India dengan menciptakan punakawan. Selain Semar, tokoh-tokoh punakawan Indonesia pun memainkan peran sentral dalam kesenian wayang. Tokoh-tokoh seperti Petruk, Gareng, atapun Bagong berperan selaku pengimbang dalam sejumlah lakon wayang Indonesia. Bahkan, para punakawan seringkali bertindak (secara satir) sebagai penakluk sekaligus pemberi wejangan atas para tokoh asal kesusasteraan India.
Dengan varian tokoh Indianya, kini wayang diakui sebagai budaya asli Indonesia. Local genius Indonesia memperkaya budaya aslinya (wayang) baik dengan tokoh kesusasteraan India maupun tokoh racikan mereka sendiri. Di masa perkembangan Islam, wayang juga digunakan Sunan Kalijaga untuk menyebarkan ajaran baru ini. Lakon semisal Jamus Kalimasada, yang menceritakan kalimat syahadat dengan Semar selaku tokoh yang memberikan pengajaran kepada Pandawa yang berasal dari India, diciptakan. Cerita-cerita yang terkandung dalam kesusasteraan India memiliki nilai moralitas tinggi. Ia menceritakan pertempuran antara kebaikan melawan kejahatan, kelemahan-kelemahan manusia, dan bakti terhadap orang tua serta Negara. Tradisi sastra India justru memperkaya khasanah cerita wayang lokal Indonesia. Berkas peninggalan India Hindu paling jelas terlihat di Bali dan sebagian masyarakat Tengger di Jawa Timur. Bali bahkan menjadi semacam daerah konservasi pengaruh India yang pernah berkembang di kepulauan nusantara. Di Bali, seni bangunan, seni ukir, seni rupa dan tari masih kental nuansa pengaruh peradaban India, di samping tentunya budaya lokal Bali sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar